THE METHODS OF ACQUISITION OF THE TERRITORY SOVEREIGNTY ( CARA – CARA DALAM MEMPEROLEH KEDAULATAN PADA SUATU WILAYAH )
Wilayah adalah salah satu komponen penting di dalam berdirinya suatu negara sebagai suatu entitas politik yang berdaulat. Kedaulatan ini tentunya menjadikan suatu negara memiliki kendali penuh atas wilayah yang dikuasai, namun dengan tetap pada suatu batasan bahwa kedaulatan wilayah suatu negara dibatasi oleh kedaulatan wilayah negara lain. Secara Hukum Internasional, diatur menurut Pasal 7 Draft Deklarasi PBB Tahun 1949 Tentang Hak – Hak dan Kewajiban Negara; atas wilayahnya, negara wajib untuk tidak menggunakannya bagi tindakan - tindakan yang membahayakan perdamaian dan keamanan internasional, hal tersebut juga dapat berarti bahwa dalam memperoleh suatu kedaulatan wilayah, tidak boleh dilakukan dengan menggunakan jalan kekerasan.
Dalam perkembangannya, terdapat 7 cara yang dapat diperoleh untuk mendapatkan kedaulatan suatu wilayah menurut Hukum Internasional, yaitu; okupasi, aneksasi, akresi, preskripsi, sesi, yurisprudensi, dan referendum.
1. 11. Okupasi
Okupasi atau pendudukan adalah penegakan kedaulatan di suatu wilayah yang belum dikuasai suatu negara atau entitas politik manapun oleh suatu negara, dalam mengokupasi suatu negara, terdapat beberapa unsur yang harus dipenuhi, yaitu; adanya penemuan terhadap tanah tak bertuan ( terra nullius ), adanya kehendak suatu negara di dalam menjadikan wilayah penemuannya tersebut untuk diakui sebagai miliknya atau menegakkan kedaulatan atas wilayah tersebut, serta tindakan penegakan kedaulatan tersebut berdasarkan prinsip efektivitas.
Pada umumnya, praktik okupasi kerap terjadi di awal era penjalahan oleh imperium – imperium kerajaan besar seperti Spanyol, Portugal, Inggris, Perancis ( pra revolusi ), Belanda, Denmark, dll seperti misalnya okupasi wilayah yang dilakukan tanah hijau ( Greenland ) oleh Kerajaan Norwegia, pada tahun 1261 dimana wilayah tersebut pada awalnya hanya dihuni oleh kelompok suku nordik tanpa pemerintahan yang berdaulat, sebelum akhirnya wilayah ini menjadi bagian dari Kerajaan Denmark pada tahun 1397.
2. 2. Aneksasi
Aneksasi atau penaklukan adalah penegakan kedaulatan di suatu wilayah yang sebelumnya telah berdaulat atau berada dibawah kedaulatan suatu negara atau entitas politik tertentu oleh suatu negara. Aneksasi adalah upaya penegakan kedaulatan dengan menggunakan daya paksa atau kekuatan militer terhadap suatu wilayah yang tentunya berdampak buruk terhadap suatu negara, terutama terhadap hal – hal yang berkaitan dengan hak penduduk sipil selama perebutan wilayah serta korban jiwa yang ditimbulkan oleh adanya perang yang disebabkan oleh suatu aneksasi.
Dewasa ini, terdapat beberapa ketentuan yang berlaku di dalam hukum internasional yang melarang adanya praktik aneksasi yang dilakukan oleh suatu negara atau entitas politik, yaitu; a) Kellog Briant Pact 1928, yang melarang perang sebagai instrumen kebijakan suatu negara, b) Pasal 2 Ayat (4) Piagam PBB, yang melarang tindakan yang mengancam atau menggunakan kekerasan terhadap integritas wilayah atau kemerdekaan politik negara lain, c) Deklarasi prinsip – prinsip hukum internasional tentang hubungan baik dan kerja sama antarnegara 1974, wilayah suatu negara tidak bisa dijadikan objek perolehan oleh negara lain dengan cara ancaman atau penggunaan kekuatan.
Di dalam sejarahnya, Indonesia pernah melakukan suatu praktik aneksasi yang dilakukan pada tahun 1975-1976 terhadap wilayah Republik Demokratik Timor Leste yang saat itu sedang menegakkannya kedaulatannya pasca ditelantarkan oleh Portugis yang disebabkan oleh Revolusi Anyelir, sampai saat ini, aneksasi terhadap suatu wilayah yang berdaulat masih kerap terjadi, salah satunya adalah aneksasi wilayah Tepi Barat yang merupakan wilayah negara Palestina yang dilakukan oleh pasukan tentara Israel berupa pencaplokan wilayah dan pembangunan pemukiman Yahudi.
3. 3. Akresi
Akresi adalah perolehan kedaulatan terhadap suatu wilayah yang baru terbentuk melalui proses alam yang dimana wilayah baru tersebut berada pada suatu wilayah yuridiksi negara atau entitas politik tertentu. Proses - proses alam yang terbentuk tersebut dapat terjadi oleh adanya timbulnya pulau atau daratan baru yang berasal dari endapan lumpur atau tanah di suatu wilayah perairan atau proses alam yang diakibatkan oleh tenaga endogen.
Adapun negara atau entitas politik yang mendapatkan kedaulatan melalui proses akresi, tidak lagi memerlukan tindakan resmi atau formal ( pernyataan resmi kenegaraan ) dari negara yang bersangkutan, salah satu contoh perolehan kedaulatan melalui proses akresi adalah terbentuk pulau Nijima di kawasan kepulauan Ogaswara, Jepang pada tahun 2013 kemarin.
4. 4. Preskripsi
Preskripsi adalah perolehan kedaulatan terhadap suatu wilayah dimana dilaksanakannya suatu kedaulatan secara de facto terhadap suatu wilayah yang berada pada yuridiksi hukum negara atau entitas politik secara de jure atau pelaksanaan kedaulatan suatu negara di negara lain secara terus menerus. Secara konsep hukum dan pendapat sarjana, konsep preskripsi masih diragukan dikarenakan tidak ditemukannya putusan pengadilan internasional yang berkaitan dengan preskripsi.
Menurut Fauchille dan Johnson, yang dikutip oleh Ian Brownlie, terdapat beberapa syarat untuk memperoleh kedaulatan negara melalui preskripsi, yaitu;
· Kepemilikan tersebut harus dilaksanakan secara a titre de souverain ( kepemilikan terhadap wilayah tersebut haruslah memperlihatkan suatu kewenangan atau kekuasaan negara dimana wilayah tersebut tidak diklaim oleh negara atau entitas politik lainnya ).
· Kepemilikan tersebut harus berlangsung secara terus menerus dan damai, tanpa adanya klaim lain dari negara atau entitas politik lainnya.
· Kepemilikan tersebut harus bersifat publik yang diketahui oleh pihak lain.
Contoh dari preskripsi sendiri adalah penguasaan daratan yang tercipta dari suatu perubahan batas sungai Rio Grande di wilayah Meksiko atas dasar penguasaan yang damai dan terus menerus, namun klaim preskripsi diprotes secara tegas oleh pemerintah Meksiko.
5. 5. Cessie
Cessie adalah perolehan kedaulatan terhadap suatu wilayah berdasarkan proses peralihan kedaulatan suatu wilayah dari satu negara atau entitas politik kepada negara lain secara sukarela, kekerasan, jual-beli, atau dalam bentuk perikatan lain yang menyebabkan beralihnya kedaulatan suatu wilayah. Sebagai salah satu cara dalam memperoleh suatu kedaulatan, cessie sendiri memiliki ciri khas tersendiri, yaitu berdasarkan suatu perikatan secara sepakat maupun atas keterpaksaan antara negara – negara atau entitas politik secara mengikat.
Adapun mengenai praktik cessie yang berupa peralihan kedaulatan suatu wilayah, dapat dilihat dari peristiwa pengalihan kedaulatan atas Hong Kong yang terjadi pada tanggal 1 Juli 1997 dimana Inggris mengakhiri secara administratif status koloni Hong Kong dan dikembalikannya kembali wilayah tersebut menjadi milik Republik Rakyat Tiongkok dengan status sebagai wilayah administrasi khusus yang memiliki pemerintahan, mata uang, lajur kemudi, serta hal – hal lain yang berbeda dengan Tiongkok Daratan ( RRT ) selama kurun waktu 50 tahun.
Praktik cessie lainnya juga dapat berlangsung secara terus menerus seperti yang dilakukan oleh pemerintah Spanyol dan Perancis terhadap kedaulatan atas Pulau Pheasant yang terletak di sungai Bidasoa yang memisahkan kedua negara tersebut. Kedua negara ini masing – masing mengalihkan kedaulatan dan pemerintahan atas pulau tersebut selama kurun waktu 6 bulan sekali setiap tahunnya.
6. 6. Yurisprudensi
Keputusan Hakim ( Yurisprudensi ) kerapkali dapat dijadikan suatu cara dalam memperoleh kedaulatan atas suatu wilayah oleh negara atau entitas politik tertentu, dalam praktiknya, putusan – putusan hakim yang dapat dijadikan suatu legalitas secara universal dan mengikat terhadap suatu negara atau entitas politik dalam memperoleh kedaulatan atas suatu wilayah adalah putusan hakim yang berasal dari Mahkamah Internasional ( International Court of Justice ) dalam memutus sengketa kepemilikan wilayah antar negara atau entitas politik.
Salah satu putusan hakim yang menyebabkan timbulnya suatu kedaulatan atas suatu wilayah teritorial adalah putusan hakim Mahkamah Internasional pada tahun 2002 yang memutuskan bahwa Malaysia adalah negara yang berdaulatan atas kedua pulau tersebut yang didasari atas prinsip efektivitas dari apa yang dilakukan Malaysia tersendiri terhadap Pulau Sipadan dan Legitan.
7. 7. Referendum
Referendum atau jajak pendapat adalah metode dalam memperoleh kedaulatan atas suatu wilayah yang didasari pada proses pemungutan suara yang menghasilkan suara paling banyak sebagai implementasi dari hak menentukan nasib sendiri suatu penduduk atas kedaulatan yang ada di wilayahnya. Pada umumnya, referendum yang sah bersifat one man one vote yang artinya bahwa satu orang berhak atas satu suara, adapun hasil suara dari suatu referendum dapat bersifat mengikat apabila telah disepakati oleh pihak – pihak yang terdiri atas negara, entitas politik yang ingin menyatakan kemerdekaan atas suatu wilayah yang didudukinya, maupun komisi yang melangsungkan dan mengawasi jalannya referendum tersebut.
Salah satu contoh referendum yang menghasilkan suatu keputusan terhadap munculnya kedaulatan atas wilayah teritorial oleh negara atau entitas politik adalah Referendum Timor Timur pada tahun 1999 dimana mayoritas pemerintah saat itu memilih untuk berpisah dengan Republik Indonesia dan mendirikan negara tersendiri, yang akhirnya terwujud pada tanggal 20 Mei 2002 dengan nama Republik Demokratik Timor Leste, hal serupa juga terjadi di dalam Referendum Sudan Selatan pada tahun 2011, yang menjadikan Sudan Selatan sebagai negara berdaulat setelah sebelumnya berstatus sebagai wilayah otonomi Sudan sejak tahun 2005.
Di dalam perkembangan terbaru pada akhir tahun 2019, telah dilaksanakan suatu referendum terhadap wilayah otonomi Bouganville yang berada di negara Papua Nugini, yang menghasilkan suara 98,31% yang menyatakan sikap kemerdekaan penduduk Bouganville untuk mendirikan suatu negara berdaulat sendiri atas wilayah Bouganville, yang dimana hasil referendum masih di dalam tahap pembahasan tersendiri di parlemen Papua Nugini. Sebelumnya, referendum ini telah disepakati oleh pemerintah Papua Nugini dan otoritas pemerintahan otonom Bouganville.
Komentar
Posting Komentar