Sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan Menurut Perspektif Hukum Sengketa Internasional

Sengketa Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan antara Indonesia dengan Malaysia merupakan salah satu sengketa Internasional yang terjadi diputus secara inkrah pada tanggal 17 Desember 2002 yang menghasilkan suatu putusan bahwa kedaulatan atas kedua pulau ini jatuh kepada Malaysia dengan pertimbangkan prinsip effective occupation. 


Sengketa Internasional ini tergolong sebagai sengketa hukum,  hal ini dapat dilihat dari pihak - pihak yang bersengketa yang mendasarkan klaimnya pada prinsip hukum tertentu di dalam Hukum Internasional, Indonesia menggunakan klaim historis terhadap perjanjian pemerintah Belanda terhadap Inggris atas penyerahan pulau ini kepada Belanda pada tahun 1891 sedangkan Malaysia menggunakan klaim effective occupation terhadap upaya - upaya yang dilakukan Malaysia atas pulau ini, salah satunya adalah pembuatan peraturan penangkaran penyu oleh pemerintah kolonial Inggris saat itu pada tahun 2017. Upaya yang digunakan gunakan oleh kedua masing - masing di dalam menyelesaikan sengketa internasional ini adalah upaya damai, hal ini bisa dilihat dari tidak adanya konfrontasi bersenjata yang dilakukan oleh kedua pihak guna meraih kedaulatan atas kedua pulau ini, upaya damai tersebut kemudian membawa pilihan penyelesaian sengketa yang dilakukan melalui lembaga peradilan internasional, yang dimana di dalam konteks sengketa ini adalah Mahkamah Internasional, pilihan penyelesaian sengketa tersebut diperoleh setelah masing - masing negara meratifikasi perjanjian final and binding pada tahun 1997 yang berisikan tentang upaya penyelesaian sengketa atas Pulau Sipadan dan Ligitan dengan menempuh jalur ajudikasi internasional melalui Mahkamah Internasional, setelah sebelumnya upaya penyelesaian sengketa ini melalui Dewan Tinggi ASEAN, mengalami kegagalan. 


Adapun prinsip - prinsip yang digunakan kedua pihak terhadap penyelesaian sengketa internasional ini adalah;


1. Prinsip Itikad Baik

Prinsip itikad baik adalah prinsip paling mendasar di dalam penyelesaian sengketa internasional yang terdapat di dalam Section 1 Paragraph 1 Manila Declaration, prinsip ini menitikberatkan kepada pihak - pihak yang bersengketa untuk mensyaratkan dan mewajibkan adanya itikad baik dalam menyelesaikan sengketa nya. Di dalam sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan, prinsip ini dapat dilihat dari adanya itikad baik atas pemerintah Indonesia di dalam menyetujui usul dari pemerintah Malaysia, melalui Perdana Menteri Mahathir Muhammad untuk menyelesaikan sengketa ini secara damai melalui Mahkamah Internasional


2. Prinsip Larangan Menggunakan Kekerasan 

Prinsip ini terdapat di dalam Pasal 13 Bali Concordation dan Paragraph 4 Manila Declaration yang menitikberatkan pada larangan bagi pihak - pihak yang bersengketa untuk menempuh jalan kekerasan. Di dalam sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan, prinsip ini dapat dilihat dari tidak adanya konfrontasi bersenjata maupun agresi militer yang dilakukan oleh kedua negara di dalam menyelesaikan sengketa Internasional ini


3. Prinsip Kebebasan Memilih Cara - Cara Penyelesaian Sengketa

Prinsip ini terdapat di dalam Pasal 33 Ayat 1 Piagam PBB dan Section 1 Paragraph 3 dan 10 Manila Declaration yang menitikberatkan kepada kebebasan terhadap pihak - pihak yang bersengketa untuk menentukan cara - cara yang digunakan di dalam penyelesaian sengketa. Di dalam sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan, prinsip ini dapat dilihat dari keinginan secara bebas antara Indonesia dan Malaysia di dalam menyelesaikan sengketa Internasional ini melalui lembaga peradilan internasional, dimana pada konteks kasus ini adalah Mahkamah Internasional


4. Prinsip Kebebasan untuk Memilih Hukum yang akan Diterapkan pada Pokok Sengketa

Prinsip ini menitikberatkan pada kebebasan antara pihak - pihak yang bersengketa di dalam menentukan hukum yang akan digunakannya, termasuk untuk memilih kepatutan dan kelayakan. Di dalam sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan, prinsip ini dapat dilihat dari keinginan secara bebas antara Indonesia dan Malaysia di dalam menyelesaikan sengketa Internasional ini berdasarkan yuridiksi dan statuta Hukum Internasional yang digunakan oleh Mahkamah Internasional, yang dinyatakan secara konkrit oleh para pihak yang terlibat di dalam sengketa ini untuk memberlakukan Pasal 38 Statute Court di dalam menyelesaikan sengketa internasional ini


5. Prinsip Kesepakatan Para Pihak yang Bersengketa

Prinsip ini merupakan prinsip yang menitikberatkan kepada kesepakatan para pihak yang bersengketa sebagai realisasi atas penerapan prinsip kebebasan memilih cara penyelesaian sengketa dan hukum yang digunakan. Di dalam sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan, prinsip ini dapat dilihat dari kesepakatan antara Indonesia dan Malaysia yang telah bersepakat untuk menyelesaikan sengketa nya melalui Mahkamah Internasional yang menggunakan yuridiksi Hukum Internasional, sehingga cara dan hukum ini dianggap legal berdasarkan kesepakatan kedua negara tersebut


6. Prinsip Exhaustion of Local Remedies

Prinsip ini terdapat di dalam Section 1 Paragraph 10 Manila Declaration, yang menitikberatkan pada keharusan di dalam penyelesaian sengketa internasional melalui langkah - langkah penyelesaian sengketa yang tersedia atau diberikan oleh hukum nasional negara terlebih dahulu sebelum menempuh jalur peradilan internasional. Di dalam sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan, prinsip ini dapat dilihat dari adanya upaya penyelesaian sengketa yang ditempuh kedua negara melalui Dewan Tinggi ASEAN secara regional sebelum mengambil kebijakan untuk menyelesaikan sengketa ini melalui Mahkamah Internasional


7. Prinsip-Prinsip Hukum Internasional tentang Kedaulatan Kemerdekaan, dan Integritas Wilayah Negara-Negara

Prinsip ini terdapat di dalam Section 1 Paragraph 1 Manila Declaration yang menitikberatkan pada suatu keharusan untuk menaati dan melaksanakan kewajiban Internasional dalam berhubungan satu sama lainnya berdasarkan prinsip - prinsip fundamental integritas wilayah negara - negara terhadap masing - masing negara yang bersengketa. Di dalam sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan, prinsip ini dapat dilihat dari Indonesia dan Malaysia yang tetap menjaga hubungan internasional antar kedua negara di dalam berhubungan satu sama lain yang berhubungan dengan intergrasi wilayah antara kedua negara tersebut

Komentar

Postingan populer dari blog ini

NATIONAL COUNCIL OF DISABILITY: A FORGOTTEN MANDATE OF LAW ( KOMISI NASIONAL DISABILITAS: SEBUAH MANDAT UNDANG – UNDANG YANG TERLUPAKAN )

Hachi-ko: Pelajaran Berharga